Sore itu kami belanja di sebuah toko serba-ada Star yang ada di Sumarecon Mall Serpong. Sambutan pertama yang jarang kami terima di toko semacam ini, apalagi di ruko-ruko, adalah sentuhan keramahan para SPG yang berseragam kaos merah mencolok dengan tulisan putih didadanya “star”. Saya teringat beberapa tahun yang lalu disebuah toko terkenal yang juga punya program SENYUM kepada pelanggan. Didada petugas terpasang sebuah emblim bertuliskan “SENYUM” ! Cuma bedanya waktu itu, saya terheran-heran dan bertanya “ini siapa yang harus tersenyum, tamu pelanggannya atau para SPG nya?”, sama sekali tidak ada keramahan senyum mereka! Senyum seringkali dijadikan senjata keunggulan sikap ramah yang tidak mudah ditiru! Itu karena senyum yang tulus memang sangat sulit dilakukan. Ini terbukti dari hasil pelatihan yang kami lakukan kepada karyawan di sebuah rumah sakit dan sebuah poliklinik…. Untung jaman itu dunia belum sedatar saat ini, belum ada FB atau Twitter yang galak seperti sekarang, sebab info aneh semacam itu tentu akan mudah diketahui oleh banyak orang. Kalau dulu kita kenal pepatah, “satu orang yang tidak puas akan bercerita kepada 10 orang, sekarang ini kita harus hati-hati sebab dengan sekali twit, seluruh dunia bisa tahu dalam sekejap!”
Tidaklah demikian dengan apa yang saya alami disini! Saya bisa menangkap nuansa yang berbeda yang didemonstrasikan oleh para SPG disini. Keramahan senyuman terurai hampir disemua sudut. Demikian juga ketika saya sempat mengajak ngobrol beberapa diantara mereka. Senyum 2.0 (service provider) atau 3.0 (care giver) kah ini? Sulit memang membedakannya, tapi yang terjadi adalah saya pun senang sehingga sayapun turut tebar senyum! Seorang teman yang memberi komentar saya di FaceBook mengatakan bahwa dulu waktu ia mengikuti latihan PR, ia harus berdiri di depan kaca dan melakukan beberapa gaya senyum sendiri sampai mendapatkan yang terbaik!
Hal berikut yang menarik perhatian saya adalah cara penampilan yang melengkapi keramahan mereka. Apa itu? Semua SPG melakukan make-up nya sendiri, wajah menjadi tampak serasi dan semua rambut terikat rapi, menarik dan tidak terurai. Kerapihan semacam ini biasanya ditampilkan oleh pramugari penerbangan. Seingat saya Telkom, Telkomsel, bank Mandiri, BII, Hypermart, perawat dan frontliner beberapa rumah sakit juga melakukan hal serupa. Saya bertanya kepada mereka, bagaimana kalau mereka datang dengan wajah dan dandanan yang kusut masai? Spontan mereka mengatakan “tidak diperbolehkan masuk!”. Tidak bekerja berarti gajih bulanan akan terpotong. Banyak hal positip yang bisa dilakukan dalam suasana menawan seperti ini. Toko mungkin bisa membuktikan (clarify) bahwa produk kecantikan yang dijual mereka, walaupun sederhana sekalipun bisa membuat pemakainya tampak menarik!
Hal lain adalah lingkungan yang ramah akan membuat sesama SPG lebih suka saling Sapa dan tegur sehingga akhirnya muncul gairah dan semangat kerja yang menyenangkan pelanggan (Gesit). Dampak positif lainnya bermuara dalam suasana kerjasama tim yang juga saya rasakan ketika saya membeli kemeja. Teman-teman SPG saling peduli, memperhatikan dan memberikan bantuannya, misalnya membantu melipat baju yang dicoba, mengantarkan ke bagian steamer atau mencarikan barang lainnya yang saya butuhkan. Saya tidak merasakan adanya sikap “ah itu bukan tugasku”. Setiap petugas melihat pembeli seolah target akhir mereka bersama, bukan garapan orang perorangan. Mereka juga tidak saling berebut! Kerjasama seperti ini dapat kita lihat dalam sebuah tim bola basket yang dengan lincahnya bergerak mencari tempat yang kosong, mencari peluang dan menghindar dari cegatan lawan untuk menerima bola dari temannya atau mencari posisi terbaik menciptakan goal. Akibat dari suasana kerjasama yang Kompak ini, otak kanan pembeli menjadi terangsang untuk membeli lebih dari yang direncanakan semula. Pembelian menjadi meningkat! Hal yang terakhir inilah yang jarang sekali terjadi. Saya tahu kerjasama tim yang seperti ini pada umumnya sangat sulit dibentuk. Jempol untuk mereka, tentu juga jempol untuk pelatihnya, yang punya skill melatih talent!
Semua sikap yang hampir merata yang ditunjukkan mereka itu adalah bungkus dari “karakter” toserba Star yang ingin menunjukkan keramahan mereka dan kepedulian mereka terhadap kepuasan pembelinya. Karakter inilah yang merupakan inti dari sikap dan respon bisnis mereka. Sebuah brand tidak cukup memadai dilihat dari logonya, motto atau namanya. Sebuah brand hanya bermakna ketika ia benar-benar terbukti memiliki suatu karakter yang dapat dirasakan dan dialami oleh pelanggannya.
Hanya dengan inilah semua tindakan managemen berbuahkan maksimalisasi kepuasan pelanggan. Demikian pula sikap inilah yang akan dapat membantu mempertahankan bisnis mereka dalam masa sulit… Semoga mereka menjadi “the rising Star“……
Telah dimuat di Harian Batam Pos
By : Revisi Ragam Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar