Selasa, 28 Agustus 2012

MANEJEMEN DALAM GARIS BESAR

Organisasi Nirlaba

Organisasi Nirlaba (Non-for-Profit Organization) adalah suatu institusi yang dalam menjalankan operasinya tidak berorientasi mencari laba. Namun demikian, bukan berarti organisasi nirlaba tidak dibolehkan menerima atau menghasilkan keuntungan dari setiap aktivitasnya. Hanya biasanya jika memperoleh keuntungan, keuntungan tersebut dipergunakan untuk menutup biaya operasional atau kembali disalurkan untuk kegiatan utamanya lagi.

Sasaran pokok organisasi nirlaba adalah untuk mendukung suatu isu atau suatu hal, guna menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, atau hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). 

Contoh organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa instansi pemerintah.

Perbedaan Organisasi Nirlaba dengan Organisasi Bisnis

Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi bisnis lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Karakteristik

Organisasi nirlaba memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Karakteristik yang biasanya melekat pada organisasi nirlaba adalah sebagai berikut:
  • Sumber daya organisasi (sumber daya entitas) berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
  • Menghasilkan barang dan jasa tanpa bertujuan memupuk laba. Dan jika organisasi menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik organisasi tersebut.
  • Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya organisasi pada saat likuidasi atau pembubaran organisasi.

Namun dalam praktek sehari-hari, tidak jarang kita temui organsisasi nirlaba, tampil dalam berbagai bentuknya, sehingga sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Misalnya, suatu organsisasi nirlaba yang untuk mendanai kebutuhan operasinya berasal dari penjualan barang atau jasa maupun dari hutang. Pada dasarnya organsiasi semacam ini mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis.

Pelaporan Keuangan 

Pada beberapa bentuk organisasi nirlaba, meskipun tidak ada kepemilikan, organisasi tersebut mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan operasinya dari pendapatan atas jasa yang diberikan kepada publik. Akibatnya, pengukuran jumlah, saat, dan kepastian aliran pemasukan kas menjadi ukuran kinerja penting bagi para pengguna laporan keuangan organisasi tersebut, seperti kreditur dan pemasok dana lainnya.

Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai:
  1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut 
  2. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer.
Kemampuan organisasi untuk terus memberikan jasa dikomunikasikan melalui laporan posisi keuangan yang menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, aktiva bersih, dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut. 

Laporan ini harus menyajikan secara terpisah aktiva bersih baik yang terikat maupun yang tidak terikat penggunaannya. Pertanggungjawaban manajer mengenai kemampuannya mengelola sumber daya organisasi yang diterima dari para penyumbang disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan arus kas. Laporan aktivitas harus menyajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi dalam
kelompok aktiva bersih.

Dengan adanya standar pelaporan, diharapkan laporan keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang tinggi.
 
Jenis-jenis Dana

Jenis dana yang ada pada organisasi nirlaba sangat tergantung kepada jenis dan karakteristik dari organisasi nirlaba tersebut. Namun, jika dilihat dari ada atau tidaknya pembatasan dari penyumbang, jenis dana dapat dibagi menjadi:
  • Dana terikat secara permanent.
    Dana yang terikat secara permanent misalnya, tanah atau lukisan yang disumbangkan dengan tujuan untuk dirawat dan tidak untuk dijual, atau dana yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan secara permanent (endowment fund).
  • Dana terikat temporer.
    Dana yang terikat temporer misalnya dana yang disumbangkan untuk investasi yang hasilnya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu.
  • Dana tidak terikat
    Dana yang tidak terikat umumnya meliputi dana-dana yang disumbangkan tanpa syarat tertentu.


Sejarah Perkembangan Manajemen
Manajemen sebenarnya sudah ada sejak manusia ada. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan arsitek Mesir Kuno mewujudkan karyanya berupa piramid Cheops. Pembangunan piramid yang melibatkan ratusan ribu tenaga kerja tidak akan terwujud tanpa adanya manajemen yang baik. Hanya saja istilah manajemen baru muncul pada tahun 1886. 

Di Indonesia, manajemen sudah dipraktikkan pada masa pra sejarah. Adanya Candi Borobudur pada abad ke-8 dan Candi Prambanan pada abad ke-9 merupakan bukti bahwa manajemen sudah lama dipraktikkan di Indonesia.
Sejarah Perkembangan Manajemen meliputi tiga fase yaitu
1)      Fase pra sejarah, yang berakhir pada tahun 1.
2)      Fase sejarah, yang berakhir pada tahun 1886
3)      Fase modern, mulai 1886 sampai sekarang.

Teori Manajemen Klasik

1. Manajemen Ilmiah


Taylor adalah orang pertama yang mengembangkan manajemen ilmiah. Taylor terkenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah karena hasil penelitiannya yang telah dibukukan tentang usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak pada tahun 1886, dijadikan sebagai pegangan penting bagi para buruh dan manajer. Dalam penelitiannya itu, ia berpendapat bahwa efesiensi perusahaan rendah karena banyak waktu dan gerak-gerak buruh yang tidak produktif.

Selain itu, taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen dan mengembangkan teknik-teknik untuk mencapai efisiensi dan keefektifan organisasi. Ia berasumsi bahwa manusia harus diperlakukan seperti mesin. Dalam bekerja, setiap manusia harus diawasi oleh supervisor secara efektif dan efisien.

Kritik yang sangat keras dari para ahli perilaku yang mengecam penganut Taylor menyatakan bahwa Taylor dan penganutnya telah memperlakukan para pekerja secara tidak manusiawi. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan manajemen klasik, muncul pemikiran para ahli berikutnya dengan pendekatan baru yang disebut teori organisasi klasik.

2. Teori Organisasi Klasik


Teori organisasi klasik disebut juga teori administratif. Salah seorang tokohnya adalah Fayol (1841-1925). Fayol terkenal sebagai Bapak Teori Ilmiah. Dalam bukunya yang terkenal dengan judul Administration Industrielle et Generale, Fayol mengemukakan teori dan teknik administratif untuk mengelola organisasi yang kompleks. Sebagai manejer utama di pabrik tambang dan metalurgi yang sangat terkenal di Eropa, Fayol yakin bahwa kesuksesannya merupakan keterampilan mengembangkan pengalaman dan introspeksi.
Selain itu, Fayol juga mengetengahkan empat belas prinsip administrasi yang sangat terkenal dan fungsi manajemen, yaitu Planning, Commanding, Coordinating and Controlling.

Ahli lain dalam teori ini adalah Gulick, Urwick, Sheldon, Mooney dan Max Weber. Max weber merupakan seorang Jerman peletak dasar sosiologi di Jerman, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Birokrasi, ikut serta mempengaruhi perkembangan teori administrasi. Birokrasi menurut Weber merupakan ciri dan pola organisasi yang strukturnya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan tenaga ahli secara maksimal.

Adapun kritik terhadap pendekatan teori organisasi klasik, antara lain:
  • Merangsang berfikir yang mengutamakan konformitas dan formalitas.
  • Merupakan rutinitas yang membosankan
  • Ide-ide inovatif tidak sampai kepada pengambil keputusan karena panjangnya jalur komunikasi
  • Tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali berpengaruh terhadap organisasi formal
  • Dijalankan secara berlebihan
  • Terlalu banyak aturan yang berbelit-belit
  • Kecenderungan menjadi orwelian yaitu keinginan birokrasi mencampuri (turut melaksanakan, bukan mengendalikan urusan.
Pendekatan Hubungan Manusiawi

Pendekatan ini muncul untuk merevisi teori manajemen klasik yang ternyata tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Para ahli selanjutnya melengkapi teori manajemen klasik dengan menerapkan sosiologi dan psikologi dalam manajemen.

Munsterberg(1863-1916), profesor psikologi Jerman yang mendapat sebutan Bapak Psikologi Industri, menyarankan agar penggunaan teknik-teknik manajemen menggunakan hasil eksperimen psikologi. Sebagai contoh, berbagai metode psikologi dapat digunakan untuk memilih kharakteristik tertentu yang cocok dengan kebutuhan suatu jabatan. Ia juga menyarankan agar faktor sosial dan budaya turut dipertimbangkan dalam suatu organisasi. Kontribusi utama dari Munsterberg untuk manajemen adalah aaplikasi psikologi industri dalam manajemen.

Penelitian Hawthorne yang dilakukan oleh Mayo (1880-1949) menghasilkan bahwa hubungan manusiawi merupakan istilah umum yang sering dipakai untuk menggambarkan cara interaksi manajer dengan bawahannya secara manusiawi. Asumsinya, jika manajer personalia memotivasi pekerja dengan baik maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menjadi baik. Apabila moral dan efisiensi menurun, maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menurun.

Ahli lain yang termasuk dalam pendekatan ini adalah Lewin, Roger, Morino, dan lainnya.
Keterbatasan dari teori hubungan manusiawi ini adalah bahwasanya konsep makhluk sosial tidaklah menggambarkan secara lengkap individu-individu di tempat kerjanya. Perbaikan kondisi kerja dan kepuasan kerja tidak menghasilkan perubahan produktivitas yang mencolok. Lingkungan sosial ti tempat kerja bukanlah satu-satunya tempat pekerja saling berinteraksi dengan unit lain di luar tempat kerja. Kelompok yang diteliti mengubah perilakunya karena merasa kelompoknya menjadi objek dan subjek penelitian.

Pendekatan Teori Perilaku

Teori perilaku merupakan pengembangan dari pendekatan hubungan manusiawi. Pendekatan ini memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem sosialnya. Perilaku dapat dipahami melalui tiga pendekatan, yaitu:

1)      Rasional
Model rasional memusatkan perhatiannya pada anggota organisasi yang diasumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan, kebutuhan, motif dan tujuan. Pendukung model ini antara lain, Down dan Simon

2)      Sosiologis
Model ini lebih memusatkan perhatiannya kepada pengetahuan antropologi, sosiologi dan psikologi. Pendukung model ini antara lain Bern

3)      Pengembangan hubungan manusia

Model pengembangan hubungan manusia lebih memusatkan perhatiannya kepada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi agar dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pendukung model ini antara lain, Mc Gregor, Maslow, dan Bennis.

Keterbatasan dari pendekatan perilaku ini adalah bahwa beberapa ahli manajemen termasuk ahli perilaku percaya bahwa bidang perilaku tidak sepenuhnya nyata karena berkenaan dengan manusia yang bersifat unik. Model, teori dan istilah perilaku oleh ahli perilaku sangat kompleks dan abstrak untuk dipraktekkan para manajer. Dikarenakan perilaku manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku sering berbeda dalam menyimpulkan penelitian, dan rekomendasinya pun sulit bagi manajer untuk memilih dan melaksanakannya.

Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif ditandai dengan berkembangnya tim penelitian operasi dalam pemecahan masalah-masalah industri. Pendekatan ini didasari oleh kesuksesan tim penelitian operasi Inggris pada PD II. Teknik-teknik penelitian operasi ini semakin berkembang sejalan dengan kemajuan komputer, transportasi dan komunikasi. Teknik-teknik penelitian operasi selanjutnya disebut sebagai pendekatan manajemen ilmiah.

Pendekatan manajemen ilmiah dipakai dalam banyak kegiatan seperti penganggaran modal, manajemen produksi, penjadwalan, pengembangan strategi produk, pengembangan SDM dan perencanaan program
Langkah-langkah manajemen ilmiah yaitu:

  1. perumusan masalah
  2. penyusunan suatu model matematis
  3. penyelesaian model
  4. pengujian model
  5. penetapan pengawasan atas hasil
  6. pelaksanaan (implementas)
Pendekatan Sistem

Defenisi sistem begitu banyak dikemukakan oleh ahli. Menurut Shore & Voich (1974) sistem ialah suatu keseluruhan yang terdiri dari sejumlah bagian-bagian. Menurut Gerald, et al. (1981) sistem ialah tata cara kerja yang saling berkaitan, dan bekerja sama membentuk suatu aktivitas atau mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem dapat dipandang sebagai suatu hal yang tertutup atau terbuka. Sistem tertutup adalah sistem yang tidak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya, sedangkan sistem terbuka ialah sistem yang dipengaruhi oleh lingkungannya.


Bentuk umum suatu sistem terdiri atas input, proses, output dan umpan balik. Umpan balik ialah hasil output untuk untuk memperbaiki input yang akan datang. Keempat unsur tersebut berada dalam suatu organisasi. Sebagai organisasi dengan sistem terbuka, maka organisasi dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan luarnya. Pendekatan sistem meliputi penerapan konsep-konsep yang cocok dari teori sistem untuk mempermudah pemahaman tentang teori organisasi dan praktik manajerial


Peningkatan mutu pendidikan dengan pendekatan sistem berarti mulai dari input, proses, output sampai kepada outcome pendidikan. Dalam praktiknya, peningkatan mutu pendidikan selama ini belum menggunakan pendekatan sistem. Peningkatan mutu cenderung berpikir output oriented. Mutu pendidikan hanya dinilai dari output pendidikan seperti hasil belajar dan ujian nasional. Padahal, dengan berpikir sebagai suatu sistem, mutu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh nilai ujian nasional tetapi juga mutu input dan mutu prosesnya di dalam kelas.


Pendekatan Kontingensi


Pendekatan ini mencoba untuk menerapkan berbagai pendekatan manajemen terdahulu pada kehidupan nyata atau kondisi dan situasi tertentu. Perbedaan kondisi dan situasi tertentu memerlukan pendekatan tertentu pula. Menurut pendekatan ini, tugas manajer ialah mengidentifikasi teknik tertentu yang paling cocok diterapkan pada situasi tertentu dalam mencapai tujuan organisasi, karena tidak ada satupun teknik manajemen yang universal yang dapat diterapkan dalam setiap situasi dan kondisi.


Pendekatan Hubungan Manusiawi Baru


Pendekatan hubungan manusiawi baru merupakan pendekatan integratif yang menggabungkan pandangan positif terhadap hakekat manusia dengan studi organisasi secara ilmiah sehingga dapat menggambarkan kerja manajer yang efektif.


Burns dan Stalker menyatakan bahwa permulaan kebijakan administratif adalah kesadaran tentang belum optimalnya tipe-tipe sistem manajemen. Pendekatan hubungan manusia baru dimulai dengan teori pendekatan kontingensi menuju cara manajer seharusnya bertindak dalam lingkungannya.


Dari beberapa pendapat ahli tentang fungsi-fungsi manajemen, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi administrasi pendidikan meliputi 
  1. perencanaan, 
  2. pengorganisasian, 
  3. pengarahan, 
  4. pengendalian.


Dari berbagai pendekatan manajemen, dapat disimpulkan ada dua aliran manajemen, yaitu manajemen yang lebih berorientasi kepada tugas untuk meningkatkan produksi sebanyak-banyaknya dan manajemen yang berorientasi kepada manusia sebagai pelaksana tugas untuk meningkatkan hubungan manusiawi sebaik-baiknya.

Manajemen
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Istilah manajemen baru muncul pada tahun 1886. Istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
  1. Manajemen sebagai suatu proses, 
  2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
  3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)

Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, terdapat berberapa definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dikemukakan dua buah definisi.
  • Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
  • Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama.

Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen.

Menurut pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu pengetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat, beberapa ahli mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan yang lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu sama mengandung kebenarannya.

Menurut G.R. Terry, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan, bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalam kata lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.

Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari Mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang perlu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri.

Tetapi menurut Stoner bukan hanya itu saja. Masih banyak lagi, sehingga tak ada satu definisi saja yang dapat diterima secara universal. Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Fungsi-Fungsi Manajemen (Management Functions)

Sampai saat ini, masih belum ada konsensus, baik di antara praktisi maupun di antara teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut unsur-unsur manajemen.


Berbagai pendapat mengenai fungsi-fungsi manajemen akan tampak jelas dengan dikemukakannya pendapat beberapa penulis sebagai berikut:
  • Louis A. Allen : Leading, Planning, Organizing, Controlling. 
  • Prajudi Atmosudirdjo : Planning, Organizing, Directing, atau Actuating and Controlling.
  • John Robert B., Ph.D : Planning, Organizing, Commanding, and Controlling.
  • Henry Fayol : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling.
  • Luther Gullich : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Repor-ting, Budgeting.
  • Koontz dan O’Donnel : Organizing, Staffing, Directing, Planning, Controlling.
  • William H. Newman : Planning, Organizing, Assembling, Resources, Directing, Controlling.
  • Dr. S.P. Siagian., M.P.A : Planning, Organizing, motivating and Controlling.
  • William Spriegel : Planning, Organizing, Controlling
  • Lyndak F. Urwick : Forecasting, Planning Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling. 
  • Dr. Winardi, S.E : Planning, Organizing, Coordi-nating, Actuating, Leading, Communication, Controlling
  • The Liang Gie : Planning, Decision making, Directing, Coordinating, Controlling, Improving.
  • James A.F.Stoner : Planning, Organizing, Leading, and Controlling. 
  • George R. Terry : Planning, Organizing, Staffing, Motivating, and Controlling.
 
Dari beberapa pendapat para penulis di atas dapat dikombinasikan, fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: 

Planning


Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
  1. Tindakan apa yang harus dikerjakan ? 
  2. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan ?
  3. Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?
  4. Kapankah tindakan itu harus dikerjakan ?
  5. Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ? 
  6. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu ?
Menurut Stoner, Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tadi.
 
Organizing


Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.


Leading


Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu :
  • Mengambil keputusan
  • Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan.
  • Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
  • Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, 
  • Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
Directing/Commanding


Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.

Motivating


Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.

Coordinating


Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Controlling


Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi, sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar, dengan maksud dan tujuan yang telah digariskan semula.

Reporting


Reporting adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi. 

Staffing


Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

Forecasting


Forecasting adalah meramalkan, memproyeksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dapat dilakukan. 

Tingkatan Manajemen (Manajemen Level).


Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi tingkatan manajer menjadi 3 tingkatan : 
  • Manajer garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional tetapi mereka tidak membawahi manajer yang lain.
  • Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah, membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya, kadang-kadang juga karyawan operasional.
  • Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relatif kecil. Manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari organisasi.

Manajemen SDM
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.

Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.

Departemen Sumber Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab :

1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection

a. Persiapan

Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya.

b. Rekrutmen tenaga kerja / Recruitment

Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification.

c. Seleksi tenaga kerja / Selection

Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi lainnya.

2. Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation

Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi.

3. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection
Kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu. Kompensasi atau imbalan yang diberikan bermacam-macam jenisnya yang telah diterangkan pada artikel lain pada situs organisasi.org ini.


Produktivitas
Produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukkan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.

Pentingnya produktivitas kerja mencakup banyak hal, dimulai dari produktivitas tenaga kerja, produktivitas organisasi, produktivitas modal, produktivitas pemasaran, produktivitas produksi, produktivitas keuangan dan produktivitas produk. Pada tahap awal revolusi industri di negara-negara Eropah, perhatian lebih banyak tertuju pada bidang produktivitas tenaga kerja, produktivitas produksi dan produktivitas pemasaran.

Sedangkan di negara Jepang, perhatian peningkatan produktivitas tertuju pada produktivitas tenaga kerja dan produktivitas organisasi, sehingga keharmonisan kepentingan buruh dan majikan dipelihara dengan baik.
Riggs (dalam Prisma. 1986:5) menyatakan ada 3 tahapan penting yang perlu ditempuh untuk mensukseskan gerakan produktivitas, yaitu dengan ringkasan A-I-M (Awareness, Improvement, dan Maintanence). Indonesia, pada saat ini masih pada tahap Awareness, belum mencapai Inprovement dan Maintanance. Untuk sampai pada tahap Improvement dan Maintanance banyak cara yang ditempuh, diantaranya dengan meningkatkan produktivitas total, yang terdiri dari (a). Tingkat ekonomi makro; (b). Tingkat sektor lapangan usaha; (c). Tingkat unit organisasi secara individual dan; (d). Tingkat manusia secara individual. Simanjuntak (1983) menyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari individu itu sendiri, lingkungan sosial pekerjaan, dan faktor yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan. Batu Bara (1989) menyatakan bahwa produktivitas itu dipengaruhi oleh motivasi dan atos kerja, Keterampilan dan kualitas tenaga kerja, pengupahan dan jaminan sosial.
Selasa, 23 Agustus 2011

Tehnik Menjual
Kegiatan menjual bisa saja dalam rangka mejual ide, menjual jasa, menjual peluang atau menjual apa saja, yang penting bagaimana yang kita maui bisa dibeli atau dituruti oleh orang lain.

Dalam kegiatan menjual, selain ada sesuatu yang akan dijual baik dalam bentuk barang atau dalam bentuk apapun, diperlukan suatu metode atau tehnik bagaimana cara untuk menjualnya. Tanpa mengetahui secara tepat cara atau teknik menjual barang, jasa atau ide, maka kegiatan menjual tersebut akan banyak gagalnya ketimbang lakunya. Padahal barangnya bagus, idenya cemerlang atau mungkin peminatnya sebetulnya cukup banyak.

Bagi seorang pengusaha, menjual produk adalah suatu keharusan, bukan pilihan. Itu adalah salah satu kemampuan dasar seorang pengusaha yang harus dimiliki. Pada saat anda hendak menjual produk, pembeli akan berusaha untuk melakukan negosiasi (baca : menawar). Pertanyaannya adalah, bagaimana cara menghadapi pembeli yang selalu berkeinginan untuk menawar produk yang kita jual?

Kita atau tim penjualan dapat mencoba mempraktekkan 9 teknik penjualan di bawah ini, yang bisa dipakai kapan saja. Tapi ingat, sebaik-baiknya kita mempraktekan teknik penjualan tersebut, tetap saja ada yang tidak berhasil.

Bukan karena cara atau teknik penjualan-nya yang buruk atau, tetapi sudah demikian adanya bahwa segalanya tidak mungkin sempurna.

  1. Kita harus benar-benar menguasai produk yang akan dijual. Bila kita menguasai kelebihan dan kekurangan produk kita dengan baik, maka akan relatif lebih mudah untuk menggiring konsumen mengikuti apa yang kita inginkan.


  2. Kuasai dan pelajari lokasi atau daerah pemasaran dari produk atau jasa yang akan dijual. Apakah ramai dari pembeli, klas atau gaya hidup dari pembeli, tingkat persaingan didaerah tersebut.

  3. Bagaimana kondisi dengan barang yang jenisnya sama dengan yang akan dijual. Apakah laku atau tidak, apakah lebih baik dari produk kita, apakah lebih mahal atau murah dsb.
  4. Gali potensi dan kebutuhan calon konsumen. Setelah itu kita arahkan supaya produk yang kita tawarkan itu bisa menjadi alternatif untuk membantu memenuhi kebutuhannya.

  5. Gunakan selalu tutur kata yang baik, sopan dengan bahasa tubuh yang proposional. Pastikan kita tulus dan ikhlas untuk membantu memenuhi kebutuhannya.

  6. Kita harus yakin bahwa produk yang sedang kita tawarkan sangat penting dan sangat berarti bagi konsumen.


  7. Jadilah selalu sebagai orang yang bisa dipercaya. Kita harus bisa memegang komitmen dengan baik dan menjalankan komitmen itu seperti yang sudah direncanakan.

  8. Bila memenuhi kendala atau masalah dalam hal sudah terjadi komitmen dengan pembeli pelanggan. Kita harus terus terang dan mempertanggung jawabkan segala resiko yang mungkin akan timbul dengan semestinya.


  9. Carilah selalu titik temu yang optimum dalam setiap negosiasi yang kita jalankan dengan konsumen, supaya semua puas.

  10. Hindari menjual berdasarkan belas kasihan konsumen. Kita harus mengarahkan pembeli pada satu keputusan membeli secara rasional, bukan atas dasar belas kasihan.

  11. Selalulah berusaha melayani dengan sesempurna mungkin supaya pelanggan akan sangat bergantung dengan kita. Teknik penjualan yang ini harus dilakukan seproposional mungkin.
  12. Keuntungan sedikit, tapi berkesinambungan. Mendapatkan keuntung yang besar namun sesaat tidaklah bijaksana jika dibandingkan mengambil keuntungan sedikit dari harga namun berkesinabungan dan mempunyai kesempatan untuk mengusai pasar. Nah kalau pasar sudah dapat dikuasai, pelanggang sudah banyak, produk sudah dikenal umum. Maka soal harga berikutnya, itu sih terserah anda.
  13. Subsidi silang. Subsidi silang diartikan bahwa sipenjual mejual produk yang satu dengan murah sementara produk yang lain lebih mahal. Atau yang satu rugi yang lain untung besar.

Organisasi
Organisai adalah perserikatan adalah orang-orang yang yang masing-diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas yang dibagikan diantara pemegang peranan dan digabung dalam beberapa bentuk hasil. (Cyril Soffer)

Mengapa harus mempelajari organisasi  ?
  1. Organisai adalah suatu bagian dasar keberadaan kita yang mencakup seluruh aspek masyarakat sekarang. Kompleksitas kehidupan modern membuat kita tergantung kepada berbagai organisasi.                                                                                                                       
  2. Dengan mempelajari organisasi kita akan dapat secara lebih baik mengembangkan pemahaman kita terhadap bagaimana organisasi itu beroperasi  dan bagaimana organisasi dapat berjalan lancer atau disusun.
  3. Studi organisasi mempunyai nilai praktis sangat besar,baik untuk para manajer sekarang maupun dimasa depan.
Manajemen dan Organisasi
Manajemen adalah proses kegiatan pencapaian tujuan melalui kerjasama antar manusia. Rumusan tersebut mengandung pengertian adanya hubungan timbal balik antara kegiatan dan kerjasama disatu pihak dengan tujuan di pihak lain.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka perlu dibentuk suatu organisasi yang pada pokoknya secara fungsional dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang dipersatukan dalam suatu kerjasama yang efisien untuk mencapai tujuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi organisasi adalah sebagai alat dari manajemen untuk mencapai tujuan. Jadi, dalam rangka manajemen, maka harus ada organisasi, demikian eratnya dan kekalnya (consistency) hubungan antara manajemen dan organisasi.

Manajemen dan Tata Kerja
Tata kerja atau metode adalah satu cara bagaimana (how) agar sumber – sumber dan waktu yang tersedia dan amat diperlukan dapat dimanfaatkan dengan tepat sehingga proses kegiatan manajemen dapat dilaksanakan dengan tepat pula.

Dengan tata kerja yang tepat mengandung arti bahwa proses kegiatan pencapaian tujuan sudah dilakukan secara ilmiah dan praktis, disamping itu pemakaian tata kerja yang tepat pada pokoknya ditujukan untuk :
  1. Menghindari terjadinya pemborosan di dalam penyalahgunaan sumber-sumber dan waktu yang tersedia.
  2. Menghindari kemacetan-kemacetan dan kesimpangsiuran dalam proses pencapaian tujuan.
  3. Menjamin adanya pembagian kerja, waktu dan koordinasi yang tepat.
Jadi hubungan antara manajemen dan tata kerja dapat dilukiskan seperti dibawah ini : Manajemen : Menjelaskan perlunya ada proses kegiatan dan pendayagunaan sumber-sumber serta waktu sebagai faktor-faktor yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan demi tercapainya tujuan. Tata Kerja : Menjelaskan bagaimana proses kegiatan itu harus dilaksanakan sesuai dengan sumber-sumber dan waktu yang tersedia.

Manajemen, Organisasi, dan Tata Kerja
Eratnya hubungan atau hubungan timbal balik antara ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Manajemen : Proses kegiatan pencapaian tujuan melalui kerjasama antar manusia.
  2. Organisasi : Alat bagi pencapaian tujuan tersebut dan alat bagi pengelompokkan kerjasama.
  3. Tata kerja : Pola cara-cara bagaimana kegiatan dan kerjasama tersebut harus dilaksanakan sehingga tujuan tercapai secara efisien.
Dari konsep tersebut, jelaslah bahwa baik manajemen, organisasi maupun tata kerja ketiganya diarahkan kepada tercapainya tujuan.

Organisasi dan Manajemen Publik
Para ilmuwan yang memperdalam ilmu pemerintahan dan administrasi negara sering dihadapkan pada berbagai pertanyaan dan keraguan tentang teori organisasi dan manajemen yang diajarkan pada kedua jurusan tersebut sebagai mata kuliah pokok jurusan. Keraguan-raguan ini disebabkan oleh adanya kritik, bahwa teori organisasi dan manajemen yang selama ini diajarkan, lebih banyak mengacu pada organisasi swasta, dan manajemen ilmiah dianggap kurang tepat untuk menjelaskan persoalan pemerintahan dan administrasi negara yang lebih banyak berkaitan dengan sektor publik.

Oleh karena itu muncullah saran dari pakar  kedua bidang ilmu tersebut untuk meninggalkan teori manajemen ilmiah yang normatif tersebut. Alasannya adalah bahwa teori manajemen ilmiah (POSDCORB) kurang relevan dengan konteks pemerintahan dan administrasi negara, dan bahwa ada kelemahan yang terkandung dalam prinsip-prinsip tersebut. 

Appleby, dan Waldo, misalnya tidak melihat bahwa doktrin manajemen ilmiah tersebut sebagai doktrin terbaik. Mereka melihatnya sebagai salah satu cara saja dari cara-cara yang ada. Begitu pula Simon, yang melihat bahwa ketidak-konsistenan yang terdapat dalam prinsip-prinsip manajemen ilmiah, misalnya antara prinsip span of management dengan prinsip communication.

Kritik yang demikian, menuntut disusunnya teori organisasi dan manajemen baru yang dikenal dengan teori organisasi dan manajemen publik (OMP), yang diharapkan lebih relevan dan lebih tepat apabila diterapkan dalam pemerintahan dan administrasi negara. 

Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan pengenalan tentang teori tersebut. perbedaannya dengan teori organisasi dan manajemen swasta (OMS), pendekatan-pendekatan yang dimilikinya, serta beberapa karakteristik OMP modern. Pembahasan ini dianggap penting  mengingat bahwa OMP mulai dipopulerkan untuk diajarkan baik di jurusan ilmu pemerintahan maupun administrasi negara dalam rangka memberikan bekal yang lebih relevan bagi para calon administrator publik, manajer publik, ahli analis kebijakan maupun para calon akademisi kedua disiplin keilmuan tersebut.

Batasan dan Ruang Lingkup

Batasan tentang organisasi sangat bervariasi. Nicholas Henry (1988), setelah mempelajari berbagai batasan yang dikemukakan beberapa ahli seperti Victor A. Thompson, Chester A. Barnard, dan E. Wight Bakke, mengatakan bahwa kesimpulan dari berbagai batasan tersebut ternyata berbeda-beda. Atau dengan kata lain, setiap ahli memandang organisasi secara berbeda. 

Selanjutnya Henry (1988: 73) menyebutkan beberapa karakteristik yang pasti dari suatu organisasi adalah bahwa organisasi:  
  1. punya maksud tertentu, dan merupakan kumpulan berbagai macam manusia; 
  2. punya hubungan sekunder atau impersonal; 
  3. punya tujuan yang khusus dan terbatas; 
  4. punya kegiatan kerja sama pendukung; 
  5. terintegrasi dalam sistem sosial yang lebih luas; 
  6. menghasilkan barang dan jasa untuk lingkungannya; serta 
  7. sangat terpengaruh atas setiap perubahan lingkungan. 
  8. Sedangkan khusus untuk organisasi publik dapat dirumuskan dengan menambah satu karakteristik lagi, yakni: memperoleh sumber-sumbernya (pajak dan legitimasi) dari negara, dan dijembatani oleh lembaga-lembaga kenegaraan.

Organisasi publik sering terlihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang juga dikenal dengan birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi ini diberikan kepada instansi pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal yang disebut birokrasi merupakan bentuk yang diterima dan diterapkan oleh instansi pemerintah.

Manajemen publik tidak lain dari manajemen instansi pemerintah. Overman (dalam Keban, 1994) mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “manajemen ilmiah”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “manajemen ilmiah”. Manajemen publik juga bukan “analisis kebijakan”, bukan administrasi publik yang baru, atau kerangka yang lebih baru. Manajemen publik merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada satu pihak, dan orientasi politik kebijakan di pihak lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi. Ia merupakan gabungan fungsi-fungsi manajemen seperti: perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dengan sumber daya manusia, keuangan, fisik, informasi dan politik. 

Berdasarkan pandangan tersebut, Ott, Hyde dan Shafritz (1991:xi) mengemukakan bahwa manajemen publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang pemerintahan yang tumpang tindih. Tapi untuk membedakan keduanya, dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan “sistem otak dan syaraf’ , sementara manajemen publik mempresentasikan “sistem jantung dan sirkulasi” dalam tubuh manusia.

Catheryn Seckler Hudson (Shafritz & Hyde:1987) memberikan masing-masing penjelasan konsep organisasi di satu pihak  dan manajemen dipihak lain agar tidak membingungkan. Organisasi adalah pembagian dan unifikasi dari usaha dalam rangka mencapai suatu tujuan atau kebijakan. Manajemen didefinisikan sebagai pemanfaatan yang efektif sumber daya manusia dan material dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 

Jadi, berdasarkan pendapat Hudson, apabila digabungkan, OMP dapat diartikan sebagai pembagian dan pemanfaatan sumber daya manusia dan materi berdasarkan kebijakan publik yang diarahkan oleh pemerintah pusat dalam organisasi publik dengan menggunakan metode kerja, sistem informasi dan koordinasi yang efektif di dalam lingkungan publik yang dinamis.

Apa saja yang merupakan ruang lingkup kajian OMP merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami isu-isu yang berkembang di dalamnya.  Setidaknya, terdapat sejumlah arena yang merupakan ruang lingkup OMP, dimana pemerintah dituntut menerapkan pola bertindak yang berbeda pada masing-masing arena.

Harmon dan Mayer (1986) mengindikasikan adanya tiga arena OMP, yaitu:
  1. Inter-organizational arena. Suatu arena dimana administrator publik bertindak sebagai wakil dan agen dari organisasi dalam berhubungan dengan organisasi-organisasi lain. Di arena ini terjadi hubungan antar organisasi, masing-masing aktor dalam melakukan hubungan mengemban misi dari organisasi yang diwakilinya.

    Dalam arena ini berbagai isu keorganisasian dapat muncul, misalnya bagaimana melakukan koordinasi antar intansi dalam penyelenggaraan program antar sektor, bagaimana menciptakan hubungan yang serasi dan dinamis antara intansi pusat dengan daerah, bagaimana memelihara hubungan antar organisasi pada tingkat lokal, nasional, regional, atau internasional.
  2. Intra-organizational relations. Dalam arena ini yang menonjol adalah struktur internal yang mendefinisikan hubungan dalam organisasi. Hubungan ini dapat digambarkan dalam bagan yang menunjukkan siapa menjabat apa, siapa melapor kepada siapa dalam satu unit organisasi. Disini manusia dalam organisasi bertindak mewakili peranan individual yang dimainkan (sebagai kepala, sekretaris, atau bendahara) bukan sebagai pribadi yang utuh. Hal yang ditonjolkan di sini adalah bagaimana suatu peran berhubungan dengan peran lain.

    Dalam kerangka hubungan ini kita dapat membedakan antara organisasi formal dan organisasi informal. Pada organisasi formal, hubungan yang terjadi adalah dalam kaitanya dengan peran formal yang secara sah diemban oleh setiap aktor, sedangkan pada organisasi informal hubungan antar individu terjadi di luar peranan formal tersebut, tetapi berdasarkan kesepakatan tidak resmi atau tradisi. Dalam arena ini berbagai isu keorganisasian dapat muncul, misalnya bagaimana menentukan deskripsi kerja dan kordinasi kerja antar bagian dalam suatu organisasi, bagaiamana mengatur mekanisme pelaporan yang efisien atau sistem pengendalian yang efektif, dan sebagainya.
  3. Organization to individual relations. Dalam arena ini hubungan yang terjadi adalah antara individu yang bertindak di bawah otoritas yang dimilikinya (nisalnya sebagai manajer atau sebagai kasir) dengan orang-orang lain sebagai pribadi baik yang ada di dalam atau di luar organisasi. Termasuk dalam kategori ini adalah hubungan antara manajer (mewakili kepentingan organisasi) dengan pekerja (mewakili kepentingan pribadi sebagai penjual tenaga), atau antara petugas lapangan (mewakili kepentingan organisasi) dengan kliennya (mewakili kepentingan pribadi mereka).

    Dalam arena ini berbagai isu keorganisasian penting dapat muncul, misalnya bagaimana memotivasi bawahan, bagaimana menyelesaikan konflik dalam organisasi, bagaimana menyelenggarakan pelayanan yang memuaskan kepentingan langganan, dan sebagainya.

Walaupun organisasi dan manajemen merupakan proses universal, tetapi ligkungan yang berbeda menuntut organisasi dan manajemen yang berbeda pula. Pembedaan terutama dapat dibuat antara OMP dan OMS. John T. Dunlop (Lane, 1986) mengemukakan sepuluh aspek yang secara tegas membedakan OMP dan OMS, yaitu:
  1. Perspektif Waktu. Pejabat OMP cenderung mempunyai horison waktu yang lebih pendek karena masa kerjanya dibatasi oleh kalender politik (misalnya setiap lima tahun), sementara dalam OMS tidak terpengaruh oleh kalender politik tersebut sehingga horison waktunya dapat lebih panjang.
  2. Lamanya Menjabat. Karena faktor tersebut pertama, jangka waktu manajer puncak/ pejabat tinggi dalam OMP secara relatif lebih pendek dibanding masa jabatan dalam OMS.
  3. Ukuran Keberhasilan. Sulit jikapun ada kesepakatan tentang ukuran untuk menentukan keberhasilan pimpinan OMP, sementara untuk OMS sejumlah ukuran dapat disepakati, seperti: keuntungan finansial, luasnya pasar.
  4. Kendala Kepegawaian. Pegawai negeri lebih sulit dikendalikan (dibuat menjadi lebih efisien, produktif, jujur) ketimbang pegawai swasta.
  5. Kesamaan dan Efisiensi. Di sektor publik tekanan lebih diberikan kepeda peningkatan kesamaan manfaat dari suatu program publik untuk berbagai kelompok masyarakat, sementara di sektor swasta tekanan utamanya pada peningkatan efisiensi.
  6. Proses Publik Lawan Proses Swasta. OMP lebih cenderung disorot masyarakat luas, sementara OMS cenderung kurang disorot atau lebih merupakan proses internal.
  7. Peranan Media Massa. OMP harus senentiasa berhadapan dengan media massa yang meliput aktivitas dan melaporkan kinerjanya, sementara hal serupa kurang banyak terjadi dalam OMS.
  8. Persuasi dan Pengarahan. Pejabat publik cenderung bersikap kompromis terhadap tekanan yang saling berlawanan, sementara pimpinan swasta kurang memperoleh tekanan semacam itu sehingga tidak banyak mengalami kontradiksi-kontradiksi dalam mengambil keputusan.
  9. Dampak Legislatif dan Judisial. Pejabat publik seringkali menerima pengawasan dari legislatif atau bahkan dipengaruhi oleh keputusan peradilan, sementara pimpinan swasta lebih leluasa untuk bertindak.
  10. Misi. Misi pemerintah sering terlalu abstrak, kurang operasional dibanding organisasi swasta (misalnya mencari untung, memperluas pasar, atau menjaga kelangsungan organisasi).

Namun demikian, pembedaan OMP dan OMS dari sudut kepublikan (publicness) masih menjadi polemik dalam literatur organisasi dan manajemen. Benar bahwa organisasi publik mempunyai warna publik yang menonjol. Tetapi organisasi swasta juga warna publik. Barry Bozeman (1987), dalam bukunya “All Organizations Are Public: Bridging Public and Private Organizational Theories” berpendapat bahwa “some organizations are governmental, but all organizations are public, “ dan kepublikan (publicness) dipandang sebagai kunci dalam memahami perilaku organisasi dan manajemen di semua organisasi, tidak hanya organisasi pemerintahan.

Kepublikan yang dimaksud oleh Bozeman adalah “ the degree to which the organization is affected by political authority”. Dalam hal ini organisasi swasta pada derajat tertentu dipengaruhi oleh otoritas publik, dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi pemerintah, misalnya kontrol media massa, tidak adanya bottom line, pengaruh politik dalam pengambilan keputusan, dialami juga oleh organisasi swasta. Karena itu organisasi publik tidak cukup diartikan sebagai organisasi pemerintah, dan organisasi non-pemerintah dapat juga disebut sebagai organisasi publik.
 
Pendekatan OMP
Karena adanya perbedaan-perbedaan yang jelas antara OMP dan OMS, maka studi OMP perlu menggunakan pendekatan yang berbeda dengan studi OMS. John J. Dilulio, Jr (1989) mengusulkan pendekatan yang harus diambil dalam studi OMP, yaitu:

1. Pendekatan Normatif.
Pendekatan normatif melihat organisasi dan manajemen sebagai suatu proses penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Efektivitas dari proses tersebut diukur dari apakah kegaitan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir, dikoordinasikan, dan dikontrol secara lebih efsien. Organisasi Manajemen Normatif (OMN) sejak pembentukannya lebih bersifat “profit oriented” atau “business oriented” dan karena itu dianggap tidak cocok dengan ideologi pemerintahan dan administrasi negara yang lebih beorientasi kepada “public service”. OMN tersebut mendapat pengaruh yang kuat dari POSDCORB dan manajemen klasik.
Namun demikian, hal ini tidak berarti OMN harus dikesampingkan. dalam konteks tertentu dari “public service” itu, OMN masih penting peranannya, misalnya dalam menangani pekerjaan BUMN dan BUMD.

Badan-badan tersebut lebih berorientasi pada upaya mencari keuntungan buat daerah dalam rangka menunjang pembangunan di daerah sehingga lebih cenderung berpegang kepada prinsip-prinsip manajemen perusahaan. OMN yang sudah memanfaatkan kemajuan “science”, mutlak diperlukan.
Termasuk dalam pendekatan tersebut adalah beberapa fungsi yang sangat bersifat universal, yang dapat diperinci sebagai berikut:

a) Planning: suatu proses pengambilan keputusan tentang apa tujuan yang harus dicapai pada kurun waktu tertentu di masa mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses tersebut terdiri dari dua elemen, yaitu penetapan tujuan dan menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi ini menghasilkan dan mengintegrasikan tujuan, strategi, dan kebijakan.

b) Organizing: suatu proses pembagian kerja (division of labour) yang disertai dengan pendelegasian wewenang. Organizing sangat bermanfaat dalam memberikan informasi tentang garis kewenangan agar setiap anggota dalam organisasi bisa mengetahui apa kepada siapa dia memberi perintah dan dari siapa dia menerima perintah. Organizing juga diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kerja dan kualitas pekerjaan melalui “synergism” yang baik dimana orang bekerja bersama-sama akan meberikan output yang lebih besar daripada bekerja secara sendiri-sendiri. Disamping itu, organizing juga dapat memperbaiki komunikasi. Suatu struktur organisasi yang jelas dapat menggambarkan garis komunikasi antar anggota.

c) Staffing: suatu proses untuk memperoleh tenaga yang tepat, baik dalam jumlah maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam organisasi.

d) Coordinating: suatu proses pengintegrasian kegiatan-kegiatn dan terget/ tujuan dari berbagai unit kerja dari suatu organisasi agar dapat mencapai tujuan secara efisien. Tanpa kordinasi, individu-individu dan bagian-bagian yang ada akan bekerja menuju arah yang berlainan dengan irama/ kecepatan yang berbeda-beda. Demikian pula, tanpa koordinasi, masing-masing bekerja sesuai dengan kepentingannya masing-masing dengan mengorbankan kepentingan organisasi secara keseluruhan.

e) Motivating: suatu proses pemberian dorongan kepada para anggota organisasi agar mereka dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Proses tersebut dapat dipahami melalui suatu mekanisme berikut: Kebutuhan mempnegaruhi dorongan kerja, dan dorongan kerja mempengaruhi pencapaian tujuan. Berdasarkan mekanisme tersebut, seorang manajer harus memahami hakekat kebutuhan manusia dan dorongan kerjanya.

f) Controlling: suatu fungsi manajemen yang mencari kecocokan antara kegiatan-kegiatan aktual dengan kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Fungsi tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan yaitu merupakan feedback bagi perencanaan pada masa yang akan datang.

2. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan Organisasi Manajemen Deskriptif (OMD) menurut Mintzberg, 1973 menggambarkan bahwa dalam kenyataannya seorang manajer lebih terlibat dalam melakukan kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administratif, dan teknis, bukan kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam pendekatan OMN di atas.

a) Kegiatan personal: adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajer publik untuk mengatur waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri pertandingan  dan kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya. Dalam konteks organisasi, kegiatan-kegiatan ini mungkin dianggap tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang manajer publik pasti terlibat, bahkan kadang-kadang menentukan keberhasilan kariernya. Seorang manajer publik yang berhasil mengatur kegiatan-kegiatan persoanlnya akan lebih sukses dalam memimpin organisasi.

b) Kegiatan interaktif: Manajer publik biasanya menggunakan banyak waktu untuk melakukan interaksi dengan bawahan, atasan, pelanggan, organisasi lain, dan pemimpin-pemimpin masyarakat. Biasanya dua pertiga dari waktu yang ada digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Peranan yang dimainkan oleh manajer publik dalam konteks tersebut terdiri dari interpersonal, informational, dan decision making.

c) Kegiatan administratif: Kegiatan ini mencakup surat-menyurat, penyediaan dan pengaturan budget, monitoring kebijakan dan prosedur, penanganan masalah kepegawaian. Biasanya para manajer publik hanya menggunakan sebagian kecil saja dari waktu yang tersedia. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa banyak manajer publik yang mengeluh dengan kegiatan-kegiatan tersebut.

d) Kegiatan teknis: Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manajer publik untuk memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervisi terhadap pekerjaan teknis, dan bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan.

Disamping pandangan deskriptif yang dikemukakan oleh Mintzberg tersebut, ada juga pendekatan deskriptif  PAFHRIER yang didasarkan atas penemuan Garson dan Oveman (Keban, 1995) tentang apa yang dilakukan oleh manajer publik di Amerika Serikat. PAFHRIER merupakan singkatan dari Policy Analysis, Financial Management, Human Resource Management, Information Management, dan External Relations. Policy analysis merupakan pengembangan lebih lanjut dari planning dan reporting; human resource management merupakan pengembangan dari staffing, directing dan coordinating; financial management merupakan pengembangan dari budgeting; dan information management merupakan pengembangan dari reporting, directing, dan coordinating.

Isi dari masing-masing pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Policy Analysis.  Tugas pertama dari para manajer publik adalah melakukan analisis kebijakan publik. Perlu diperhatikan bahwa hanya manajer publik pada level yang lebih tinggi atau yang diberi wewenang dan tanggung jawab yang melakukan tugas tersebut. Tugas tersebut meliputi tiga kegiatan pokok yaitu perumusan masalah, identifikasi alternatif, dan proses seleksi alternatif.

b). Financial Management. Inti manajemen keuangan publik adalah bagaimana mengatur anggaran. Suatu anggaran publik adalah: 1) suatu pernyataan fiskal yang menggambarkan pendapatan dan pengeluaran dari semua unit-unit organisasi pemerintah, dan 2) suatu mekanisme untuk menegndalikan, mengatur, mengimplementasikan dan mengevaluasi semua kegiatan dari instansi pemerintah.

c) Human Resource Management. Dalam manajemen sumber daya manusia ada tiga hal pokok yang harus dipertimbangkan. Pertama, menyangkut bagaimana memperoleh SDM dalam jumlah dan kualitas yang tepat. Kedua, bagaimana meningkatkan kualitas pengembangan SDM sedemikian rupa sehingga mereka dapat bekerja sebaik mungkin dan dengan semangat yang tinggi, dan ketiga, bagaimana memimpin dan mengendalikan mereka sesuai dengan tujuan organisasi.

d) Information Management. Manajemen informasi sangat penting dalam suatu organisasi lebih-lebih organisasi yang telah berkembang dan kompleks. Informasi-informasi yang digunakan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, penilaian pekerjaan, sistem monitoring dan pengendalian, harus ditata, disusun dan disimpan secara teratur, sehingga dapat dengan mudah diperoleh apabila dibutuhkan. Pengelolaan informasi tersebut kini sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi, dan karenanya dikelola dalam suatu bidang disiplin yang disebut MIS (Management Information System).

e) External Relations. Suatu organisasi publik berada dalam suatu lingkungan yang sangat mempengaruhi dinamikanya. Karena itu, suatu organisasi harus menjaga hubungan luar. Lingkungan ini pada prinsipnya berasal dari organisasi lain atau unit lain, maupun masyarakat luas. Unit lain dalam organisasi yang sama, tidak dapat disangkal merupakan partner kerja yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menuju OMP Modern
 
OMP modern disebut oleh Max Weber sebagai birokrasi. Birokrasi adalah institusi formal yang ditata berdasarkan atas legitimitas rasional, mendasarkan diri pada peraturan-peraturan yang bersifat impersonal, orang yang bekerja di dalamnya menganggap pekerjaan di birokrasi sebagai karier, mereka masuk ke dalam birokrasi melalui proses seleksi yang obyektif didasarkan atas kriteria profesionalisme, dan di dalam birokrasi tersedia jenjang-jenjang karier dengan sistem konpensasi yang jelas.

Secara lebih operasional, Luther Gulick mengemukakan prinsip-prinsip OMP modern yang diasumsikan bersifat universal (validitasnya tidak dibatasi oleh tempat dan waktu). Prinsip-prinsip yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:

1. The Division of Work

Karena setiap manusia berbeda dalam sifat, bakat, kemampuan dan ketrampilan, maka diperlukan pembagian kerja. Manusia yang sama tak mungkin berada di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama. Cakrawala pengetahuan dan ketrampilan itu begitu luasnya sehingga sepanjang hayatnya seseorang hanya akan mampu menguasai sebagian kecil diantaranya. Waktu dan ruang membatasi kemampuan seseorang. Oleh karena itu, pembagian kerja merupakan kebutuhan setiap organisasi, bagaimanapun sederhananya. Tetapi pembagian kerja semakin dituntut seiring dengan perkembangan industrialisasi, karena ketika proses produksi menjadi kompleks, menggunakan  teknologi yang semakin canggih, dan skala produksi yang semakin tinggi, tidak mungkin satu orang mengerjakan segalanya.

Namun pembagian kerja ada batasnya. Pada batas tertentu, pembagian kerja tidak dapat dikembangkan lebih jauh lagi. Ada beberapa faktor yang menentukan batas pembagian kerja (limits of division). Faktor pertama bersifat praktis, yaitu menyangkut  alokasi waktu setiap pekerja. Pembagian kerja tidak boleh sampai membuat masing-masing pegawai membutuhkan waktu yanglebih pendek untuk menyelesaikan tugasnya dari seluruh waktu kerjanya. Ringkasnya, jangan sampai pembagian kerja justru menimbulkan pengangguran terselubung. Faktor kedua berkenaan dengan tekologi atau kebiasaan.

Dalam beberapa kasus, pekerjaan yang berbeda kadang-kadang justru lebih efektif apabila dikerjakan oleh orang yang sama. Misalnya, untuk kantor yang tidak terlalu besar, pekerjaan kesekretariatan (mengetik, filing surat, dll) dan penerimaan telepon (bell-boy) dapat diperankan oleh orang yang sama. Demikian pula di sejumlah pabrik pekerjaan elektronik dan perbaikan ledeng justru lebih efektif jika digabungkan. Batasan ketiga adalah pembagian kerja hanya tepat jika sifatnya fisik, bukan organik. Misalnya, tidak ada manfaatnya jika seorang perawat kendaraan dinas diberi pekerjaan khusus merawat hanya bagian depan kendaraan dan bagian belakang secara khusus diberikan kepada petugas lainnya.

2. Koordinasi Kerja
Dalam melakukan pembagian kerja terdapat suatu kesatuan tugas yang besar (the whole) perlu diperhatikan integrasi bagian-bagian (parts). Untuk bisa demikian harus ada koordinasi kerja. OMP dengan struktur otoritas yang ada dan jaringan komunikasi antara eksekutif di pusat dengan para stafnya merupakan cara terbaik untuk  mencapai koordinasi. Struktur otoritas ini tidak hanya terdiri dari banyak orang yang bekerja sendiri di banyak tempat pada waktu tertentu, tetapi juga Atasan tunggal yang mempunyai otoritas untuk mengatur pekerjaan orang-orang tersebut. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar terjadi koordinasi kerja yang baik, yaitu: rentang kontrol (the span of control), satu bos (one master), efisiensi teknis (technical efficiency), dan pengendalian pimpinan (caveamus expertum).

Dari pandangan beberapa pakar lainnya tentang formulasi OMP modern, juga dapat diamati bahwa ciri-ciri ilmiah sangat menonjol. Kecuali itu, ciri-ciri  sosio-psikologis juga mengemuka. Hal ini disebabkan karena para manajer publik terkelompokkan dalam lingkungan sosiaologik, sedangkan secara perorangan setiap manajer publik merupakan faktor produksi yang peka terhadap perubahan perilaku yang psikologis. Jadi, ciri-ciri sosio-psikologis dapat dikenakan pada OMP.

Seementara itu, keikutsertaan seluruh anggota manajemen, menuntut pengelolaan yang khas bagi SDM (HRD). Dengan cara itu, OMP modern juga memerlukan SDM yang profesional dan memiliki pola karier yang mantap. Dalam implementasinya, pengembangan SDM melekat secara langsung pada manajemen organisasi publik. OMP modern, dengan demikian secara lekat pula menggiatkan organisasi itu disamping memerlukan penyesuaian terhadap perubahan waktu. Ciri-ciri yang ditandai dengan keilmiahan, sosio-psikologis, pengembangan SDM, dan waktu serta dipergunakannya prinsip-prinsip eksprimentasi, kalkulasi, analitik, manfaat bagi masyarakat, kemahiran bermanajemen bagi perorangan dan kelompok, koordinasi yang lancar antar kelompok dan perorangan, program budaya kerja, dan manajemen strategis, secara jelas membedakan OMP modern dengan OM lainnya.

Pada tingkat perkembangan global dewasa ini, setiap sistem OMP merupakan sistem OM terbuka dan harus membuka diri dan menyatu dengan lingkungannya (bersifat kontingensial). Kontingensi dan interaksi antara suatu sistem OMP dengan lingkungan sosial politik, ekonomi dan budaya melahirkan kebutuhan yang bersasaran ganda, yaitu: 1) pemahaman akan posisi dan peranan OMP dalam kerangka kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga sebagai warga dunia dengan kondisinya yang selalu berkembang secara dinamis menurut ruang dan waktu; dan 2) peningkatan kemampuannya dalam memberikan jawaban atas tantangan, peluang, ataupun kendala yang dihadapi baik intern (inter administrative system) maupun ekstern (dalam kontingensi dan interaksi dengan lingkungannya), secara tepat, efektif dan efisien sehingga mampu mencapai tujuan secara optimal.

Untuk mencapai sistem OMP yang demikian, diperlukan “pembangunan OMP” dengan pendekatan antardisiplin, namun tetap perlu memperhatikan kehadiran berbagai dimensi OM secara proporsional. Dimensi-dismensi pokok yang senantiasa melekat atau terkandung didalam sistem OMP modern adalah: dimensi nilai, dimensi struktural, dimensi fungsional, dimensi teknologi dan informasi, dan dimensi perilaku. Dalam praktek, kelima dimensi tersebut merupakan satu kesatuan “sistemik”, meskipun secara analitis dapat dipisahkan.

Dalam konteks pembangunan dan dinamika lingkungan yang kompleks dan luas dewasa ini, sistem OMP diisyaratkan untuk dapat berperan dan mengembangkan diri sebagai suatu sistem manajemen strategis, yang ditandai antara lain dengan keterpaduannya dalam menyelenggarakan keseluruhan siklus dan hirarki kebijakan. Sejalan dengan posisi dan peranan demikian, sistem OMP dapat memanfaatkan antara lain studi “analisis kebijakan”, manajemen berdasarkan sasaran (MBO), sistem informasi dan komputer, sibernetik, di samping teknik-teknik perencanaan termasuk “strategic planning” yang selama ini telah dikenal. 

Dalam analisis kebijakan, permasalahan ekonomi, kemasyarakatan dan pemerintahan (public affairs), yang lazimnya memepunyai interdependensi yang kompleks, cenderung dikaji secara “sistemik”. Pendekatan analisis sistem (system analysis) dimana teori pengambilan keputusan (decision making theory), ilmu manajemen (management science), penelitian operasi (operation research), ekonomitrika (econometrics), dan berbagai pendekatan kuantitatif lainnya, merupakan peralatan yang dapat digunakan dalam perencanaan dan analisis kebijakan, di samping substansi disipliner ekonomi, politik, administrasi, pendidikan, kependudukan, bisnis dan sebagainya. 

Dalam rangka pembentukan kebijakan publik diperlukan pula pengamatan mengenai keseluruhan unsur sistemik seperti struktur, fungsi dan perilaku kelembagaan dalam penyusunan kebijakan dan “pengambilan keputusan” ataupun dalam tahapan manajerial lainnya.

Akhirnya, sukses penerapan berbagai ciri-ciri, prinsip-prinsip, maupun berbagai dimensi “OMP  modern” tersebut dalam PJP II akan dapat diukur antara lain dari perubahan-perubahan perilaku yang ditandai oleh kemampuan aparatur negara dalam menerapkan kaidah-kaidah penuntun sebagaimana diamanatkan GBHN, peningkatan efisiensi dan produktivitas aparatur negara, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.


Kinerja

Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting ketika perusahaan akan melakukan reposisi karyawan. Artinya bagaimana perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja. Hasil analisis ini akan bermanfaat untuk membuat program pengembangan SDM sacara optimum. Pada gilirannya kinerja individu akan mencerminkan derajat kompetisi suatu perusahaan. 

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). 

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

Pengertian Kinerja 

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja. 
  1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992).
  2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987).
  3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).
  4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya( Hersey and Blanchard: 1993).
  5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio: 1992).
  6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).
  7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilian kinerja individu, yakni: (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin: 1996).
  8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn: 1991).
  9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 1996).Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-ringtangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.
  10. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
  11. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
  12. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
  13. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
  14. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
  15. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
  16. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
  17. John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. 
Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. 

Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseoarng atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. 

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor:
(a) harapan mengenai imbalan; 
(b) dorongan; 
(c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; 
(d) persepsi terhadap tugas; 
(e) imbalan internal dan eksternal; 
(f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. 

Sedangkan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 

1.Kemampuan mereka,
2.Motivasi,
3.Dukungan yang diterima,
4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan
5.Hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkaan pengertian di atas, maka kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :
  1. Faktor kemampuan. Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
  2. Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai, terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. 

Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu :
  1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi 
  2. Berani mengambil risiko 
  3. Memiliki tujuan yang realistis 
  4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 
  5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 
  6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 
  1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
  2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 
  3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)
Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu:

(1) kemampuan, 
(2) keinginan 
(3) lingkungan.

Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. 

Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.

Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi, 
(b) memiliki percaya diri, 
(c) berperngendalian diri, 
(d) kompetensi.

Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: 
  1. kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan, kemampuan menghadapi tekanan, 
  2. status dan senioritas, makin tinggi hierarkis di dalam perusahaan lebih mudah individu tersebut untuk puas; 
  3. kecocokan dengan minat, semakin cocok minat individu semakin tinggi kepuasan kerjanya; 
  4. kepuasan individu dalam hidupnya, yaitu individu yang mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi.